Sunday, July 8, 2012

Remember August ( Part 35 : Jealously. Lost. Be Strong )


***

“we better, make in this cafe, this is a good one, with a garden view” ucap Greyson, menunjuk satu profile cafe, August menaikan kacamatanya, lalu meneliti, dan mengangguk pelan.

“hem, so, Lego Cafe?” tanya August, Greyson mengangguk. August kembali menulis di kertas yang sudah penuh coret-coretan ini.

“are you serious? The capicity is only like two hundred persons?” tanya August, yang kembali meneliti cafe tersebut. Greyson menengok ke arah laptop August, dan melihat artikel tentang cafe mereka. Greyson menghembuskan nafasnya.

“how about this?” tanya August, memberikan sebuah tempat, kebun, luas, dengan dikelilingi, kolam kecil.

“garden party?” tanya Greyson. August menaikkan pundaknya. Lalu segera meneliti tempat itu, dengan teliti.

“this, i mean, the pond, will be fill with the candle, and there are like a fairy lights, arount these place, and lanterns above, hows that?” tanya August, Greyson berfikir, lalu mengangguk setuju. August langsung mengangguk, dan mulai mencatat konsep-konsep dari pestanya.

“who’ll you invite from Indonesia?” tanya Greyson. August berfikir sebentar, beberapa menit August mulai memutuskan.

“maybe just Sasta, i mean she is the one who really be my best friend, about Indonesian Artis... yeah, they won’t be here, but Sasta, she must comes, whatever the case, and she’ll be going to Jakarta, with me, so. You know” ucap August, lalu kembali fokus ke dalam konsepnya. August tenggelam dengan imajinasinya sendiri. Hingga tidak sadar Greyson memperhatikan wanita itu. Disaat Greyson melihat, jidat August berkerut, lau mulutnya dimiringkan sedikit, mengatakan bahwa ada yang salah, dan rambutnya yang dikuncir ke atas asal, melihat kemeja nya dibuka, yang menampilkan tank top nya. Greyson tersenyum sekali lagi, lalu mengambil satu foto gadis itu.

“i forgot you always pretty whatever the pose you are” ucap Greyson, melihat hasilnya, terlalu manis, untuk dibilang aib.

“what?” tanya August, lalu beranjak, melihat kamera Geyson. August melihat hasil jepretan Greyson itu. August tersenyum melihat itu.

“i’m always pretty” ucap August, lalu kembali ke kertas-kertasnya. Greyson memutar matanya, lalu mulai menempeleng kepala August.

“awch!” protes August. Greyson hanya menjulurkan lidahnya. August menatap Greyson lurus, melihat Greyson tidak mengerjakan apa-apa. Bahkan laptopnya sekarang sudah memunculkan tab twitter.

“seriously, Greyson, you’re not working” ucap August. Greyson mengangkat alisnya, lalu tersenyum.

“okay” ucap Greyson, lalu kembali mendata, seluruh undangan yang mereka berdua akan undang, sambil tiduran, saat heningnya, handphone Greyson berbunyi. August mengerinyit, dan melihat ke handphonenya itu. tertulis tulisan Olivia. August menghembus, mengambil telponnya, dan melempar ke Greyson, yang asik dengan lagu yang terputar dari iPod August. August menglirik sebentar lagu apa itu, ternyata lagu Conor Maynard, Can’t Say No. August mengerinyit heran, menatap Greyson yang sedang menjawab telponnya.

“you are so gay Greyson” guman August, menatap sahabatnya yang berjoget kecil mendengarkan lagu itu, memang, lagu itu enak untuk menggoyang tubuh, tapi untuk seorang lelaki.... dan juga Greyson. itu aneh, sangat super aneh, untuk lelaki yang menyukai lagu-lagu sejenis band indie, atau lagu lama. Greyson menatap balik August, heran melihat tatapn August itu.

“hello, what’s going up babe?” tanya Greyson. Greyson berdiri, dan menuju ke balkon melihat jalanan, dan lalu berbalik, melihat August kembali sibuk dengan MacBooknya.

“can you pick me up?” tanya wanita itu, dari ujung telepon. Greyson mengerinyit, tumben sekali pacarnya minta jemput. Walaupun bukan Greyson yang menyupir, pasti supirnya, tapi tetap saja.

“oh, okay, when’ll you going home?” tanya Greyson, Olivia memekik senang, dan langsung memberikan tahu jam berapa Olivia di jemput. Greyson, mengangguk lalu kembali duduk di kursi malas August.

“what she said?” tanya August. Greyson kembali ke MacBooknya, lalu menoleh ke arah August.

“she asked me to pick her up, so i said yes, can we take a break?” tanya Greyson. August menghela nafas, August tau pasti wanita itu –selalu- menggangu mereka berdua, dalam bentuk apapun. August mengangguk lalu muali kembali ke MacBooknya.

“maybe you can give her like fifteen cards, to invite her friends” ucap August. Greyson mengangguk, lalu kembali sibuk dengan laptopnya. Pent House August yang cukup luas itu, terasa sangat hening, dengan sengatan panas matahari di atas mereka yang sangat terik, August sibuk dengan tempat dan beberapa pemesanan makanan, dan Greyson sibuk mendata ulang siapa yang akan diundang. Seketika pent house itu terasa sunyi...

            August masih sibuk dengan MacBooknya, dan terpaku dalam menjelajahi beberapa cafe yang ada di Los Aneles untuk digunakan, Greyson sedang berbaring, sambil membaca iPad nya yang menjadi daftar undangan, saat henig dan panas tersebut, dering telpon Greyson, memecah keheningan, keduanya sehentak, dan langsung menuju ke arah iPhone nya Greyson. August, melirik, dan segera melihat tulisa “Olivia” August membuang matanya untuk kembali, fokus. Greyson mengangkatnyanyalalu mulai mengangguk dan mematikan teleponnya.

“i’m going, take a some rest August, eat your lunch, and eat your pills too” ucap Greyson, sambil mengacak pelan, rambut August, lalu August mengangguk, meskipun Greyson tidak bisa melihat anggukan itu, saat pintu pent house August terdengar, August menghela nafasnya dengan berat. August berdiri, dan mengambil Jus Alpukatnya, dan segera berjalan ke dapur. August mengambil handphonenya, yang terlantar di ruang tamu, dan kembali duduk di meja makannya. August mencqari-cari kontak yang mungkin seharian kemarin dia tidak cari. Langsung memencet call, dan mendengarkan suara telepon berbunyi.

“hi August” sapa sebrang sana, August tersenyum, lalu mengambil satu piring pasta yang mungkin mamanya sudah buat tadi.

“hi babe, hows going?” tanya August, sambil mengacak-ngacak pastanya. August mendengar suara celotehan dari latar belakang Cody, August mengerinyit, tapi langsung membuang selintas fikiran buruk dari otaknya.

“are you mad?” tanya August spontan, lurus ke arah Cody, memastikan tidak ada yang salah dari Cody, karena semuanya terasa berbeda.

"no i'm not" ucap Cody datar, merasa bersalah dengan wanita yang ada di sebrang sana, Cody tersesat, tersesat dalam tornado perasaanya, tersesat dalam buaian semu yang dia terima saat ini, bahkan cody merasakan buaian semua ini nyata, dan hal nyata itu, menjadi bayangan yang maya tak tentu. Cody tidak tau, apa yang telah dia lakukan ini, adalah sesuatu hal yang benar atau tidak.

***

            Greyson mengsms Olivia, kalau dia sudah ada di depan sekolahnya Olivia, tiba-tiba Olivia langsung meng sms menyuruh untuk masuk ke dalam sekolah, dan menjemputnya di lapangan. Greyson menghembuskan nafasnya malas, malas kalau dia harus masuk ke public school itu lagi, dan mendengarkan namanya dipanggil, atau dipekik girang. Greyson langsung keluar dan mencari Olivia di lapangan yang sekolah Olivia punya, saat sampai, Greyson langsung melihat, wanita rambut hitam itu yang berbalut seragam cheerleaders dari SMP itu,berlari ke arahnya. Greyson tersenyum lebar, dan menyambut pelukan gadis yang menghampirinya itu.

“hi babe” ucap Olivia tersenyum lebar, Olivia langsung mengecup pelan bibir Greyson. Greyson tersenyum, kecil lalu merangkul pinggang Olivia.

“are you done?” tanya Greyson. Olivia, mengangguk, lalu Greyson segera menarik Olivia, keluar lapangan. Olivia melambaikan tangannya ke tim cheersnya dan langsung berjalan sama Greyson.

“can we take a lunch? I’m hungry” ucap Olivia, Greyson berfikir sebentar dan mengeluarkan handphonenya.

“what are you doing?” tanya Olivia, melihat pacarnya itu langsung mengeluarkan handphonenya daripada menjawab pertanyaannya.

“me and August, in the middle of discussing our birthday party, i need to ask her permission if i want to go out somewhere with you” ucap Greyson. Olivia mendengus kesal, melihat sikap Greyson. tolong, nama wanita itu, sudah sangat membuat Olivia muak, dia tidak ingin mendengarkan nama wanita itu, terlebih dengan pacarnya.

“she’s not your girlfriend” dengus Olivia, sambil berguman, menatap sinis Greyson yang sedang menelpon August. Olivia, melepas tangan Greyson, lalu langsung masuk ke dalam mobil Greyson, Greyson yang melihat sikap itu, mengerinyit heran dan menaikkan pundaknya, mungkin dia ke capek an, jadi aneh.

“and oh yeah, you can invite like fifteen or sixteen people to my birthday party” ucap Greyson lagi. Olivia menoleh sinis ke arah Greyson.

“oh, will August mad? Or even will she yelling at you if she knows i’m invite my friends, to her birthday party” sindir Olivia, Greyson menatap aneh wanita itu.

“actually, August ask me to invites your friends, Olivia” ucap Greyson, Olivia memutar matanya.

“whatever” guman Olivia. Greyson menggeleng heran melihat sikap wanita itu, dan kembali fokus ke handphonenya.

***

            August menghela nafas setelah mendapatkan telepon dari Greyson, bahwa dia akan makan siang dulu, pasti itu akan lebih lama notabene ada olivia disana. August menghenyakkan dirinya ke atas sofa, dan menatap kosong TV itu, August kembali menerka ada apa dengan pacarnya. Cody di telpon tadi begitu dingin, dan latar dari suara telepon iut... terasa salah. August termenung, terlarut dalam kelutan otaknya itu.

***

“oh my God, finally we made it!” ucap August, terhadap laki-laki itu. Laki-laki di hadapannya itu tersenyum bahagia, dan mengangguk.

“i love you so much August” ucap laki-laki itu lagi. August tersenyum lebar, sangat lebar, dan menatap mata itu dengan jelas.

“i love you, i really do” ucap sekali lagi laki-laki itu, menatap langsung August, August terhipnotis akan kerlipan, dan sinar dari cahaya itu. August tertarik dalam aura yang diberikan laki-laki itu. August menutup matanya, dan merasakan, dirinya sudah tidak memijak bumi lagi, dirinya seakan terbang, seakan sentuhan yang dia rasakan dibibirnya, membuat dia ringan, dan dibawa oleh arus angin yang menari diantar mereka. Rapat tubuh August dan laki-laki itu seakan tidak ingin membagi kehangatan dengan helaian tipis sang angin. August membuka matanya perlahan, August melihat senyuman itu, August melihat mata itu dengan indah. August mengangkat tangannya untuk membelai pelan lelaki itu, tapi August tercekat, melihat tangannya, disimbahi dengan darah. August menoleh ke bawah, dan dia melihat tubuh didepannya, tidak  lah sempurna, ada darah yang keluar deras di tangan lelaki itu, August menatap leaki-laki itu lagi. Darah segar, terhembus dari kepala laki-laki itu. August mundur untuk beberapa langkah.

“you” ucap August, menggelengkan kepalanya dengan kencang, menatap laki-laki itu.

“August, don’t” ucap lelaki itu, August masih mundur perlahan.

“August” ucapan itu memelan, August masih mundur, masih tidak akan pernah percaya dengan apa yang ia lihat

“August” ucapan itu membayang, August merasakan semuanya telah kembali memutih. August melihat semunya kembali menghilang. August sadar, ini hanyalah mimpi, August mengusahakan dirinya untuk bangun dari mimpi itu. tapi August tidak bisa, dirinya tercekat dalam mimpinya. Hanya teriakan namanya lah yang menggema di dalam pandangan putih itu. August menutup matanya, ingin menangis, tapi rasanya tidak bisa, yang ada keluar rasa perih yang biasa dia rasakan, ketika mengeluarkan darah tersebut.

“August”

“August”

***

“AUGUST!” teriakan langsung memecah, keheningan pent house tersebut. August membuka matanya, tapi semuanya menjadi buram, dia masih melihat Greyson di hadapannya tapi semuanya buram.

“Greyson, what happened?” tanya August, mati rasa, tenggorokannya kelu, menatap mimpi itu.

“your eyes, your bleeding again” ucap Greyson. August menatap lemah Greyson, August ingin menutup matanya, tapi dia tidak ingin, dia tidak ingin tercegat dalam mimpi lagi. August segera bisa merasakan ada tisu basah yang membersihkan mukanya, dan cairan lengket mulai terasa di tulang pipinya. August melihat Greyson sedang menanganinya. August menghela nafas berat. Menatap Greyson yang langsung melihat, kearah luka itu, ekspresi Greyson tidak akan pernah berganti, serius, dan ragu, August menutup matanya, dan mencengkram erat baju Greyson, menahan perih jarum tersebut, untuk kesekian kalinya menyiksa tulang pipi August.

“what happened?” tanya Greyson. August menunduk, tidak mengerti apa yang dia mimpikan, mengapa lelaki itu tiba-tiba seperti itu, tidak bisa membayangkan kenapa darah ini tetap mengrogoti dirinya.

“where’s Olivia?” tanya August, mengalihkan pembicaraan, Greyson menghela nafas, lalu mengangguk pelan.

“she’s home, what hapeen?” tanya Greyson, August menggeleng pelan, sambil menunduk. Greyson yang menatap ekspresi itu mengangguk pelan, mencoba untuk mengerti mengapa itu semua terjadi, bukan suatu hal yang membuat Greyson terbiasa, melihat wanita ini sudah terbanjiri oleh darah, dengan hal-hal yang tidak jelas, tubuh August meringan, kulitnya memucat. Greyson mengelus pelan rambut August, dan menarik diri August jatuh ke pelukannya, pelukannya begitu ringkih, rentan akan segalanya, hening langsung terlarut dalam pent house August, hening yang menusuk, hening yang tercipta akan darah segar yang ke luar dari air mata August.

“August, be strong” ucap Greyson pelan, August terdiam, dalam benaman dada Greyson. August membungkam mulutnya dengan kencang, menahan betapa pahitnya kenyataan yang telah dia alami, betapa pahitnya kenyataan bahwa dia bukanlah manusia yang normal.

“don’t give up August, i know you can make it, August, please” ucap greyson. August mengagguk pelan, damalm bekapannya ada tetesan hangat di puncak kepalanya. August menoleh ke atas, melihat air mata itu, keluar lagi dari mata coklat yang selalu tidak pernah gagal membuat dia merasa aman. August menciut, melihat tangisan itu, badan August meringsut. August membuang pandangannya



“don’t” ucap August, menahan tangisan Greyson. Greyson menggeleng pelan, lalu menarik August ke dalam pelukannya. August rasanya ingin menangis, berteriak, bahwa dia tidak tahan dengan semuanya ini, dengan semua tekanan ini, dia ingin merasakan bagaimana manusia normal hidup dengan normal. August tidak ingin seperti ini, dia tidak pernah ingin seperti ini.

“i will” ucap August, menatap lemah, ke tatapan mata coklat itu. Greyson mengangguk perlahan, dan tersenyum, menggendong August, dan membawanya ke kamar August. Greyson tersenyum, bahkan sangat manis, sanggup meyakinkan August untuk bertahan di dunia ini lebih lama lagi, lebih kuat lagi. Greyson menidurkan di atas tempat tidurnya, dan menatap muka pucat August.

“call me if you need me okay?” tawa Greyson dengan senyumnya, August menggeleng, meminta untuk Greyson tunggu disini, disampingnya. Greyson mengangguk, lalu duduk di samping August, August tersenyum, lalu mulai menutup mataya, sambil memgang tangan Greyson dengan kencang, sambil tersenyum lemas, August menyeret dirinya untuk kembali ke alam bawah sadarnya. Hingga dia merasakan hawa hangat itu ditubuhnya...

***

>>> yea mannn, part 35 is up!!!! i'm soo sorry if i'm not posting this story really quick, cause yeah, like in part 34. i'm quite busy, AND HECK YES! i'm one of student 12 senior high school jakarta B) so this is my "freshgirl" gift, to you guys, hope you like it, and as usual, thank you for wasted your time to read this story, and let me know what do you think! x 
ps: i'm not quite sure when will part 36 will be post, but i hope it's soon xo
(: :D

- @Audeeyah

No comments:

Post a Comment