Saturday, November 24, 2012

Remember August ( Part 45 : Remember August )


***

Los Angeles, Canada
Ronald Reagan UCLA Medical Center
December 30th 2012

            Lima hari tiada tanda progres yang tinggi dari Greyson. August masih menunggu dengan piyama rumah sakitnya. Ternyata Greyson menyelamatkan diri August, tetapi August tidak sempat di jauhkan. Greyson hanya bisa memeluk August, dan tubuh Greyson adalah tubuh pertama yang terseret dengan mobil, diikuti juga August. Benturan keras terjadi pada diri Greyson. August menatap Greyson dengan pasrah. August menggamit tangan Greyson, dengan lembut, dia usap tangan Greyson itu.

“Greyson, wake up” ucap August pelan. Menatap muka pucat itu. Hening August menunduk.

“Greyson,, please...” ucap August lemah, tapi masih hening yang mencekam, suara pendetak jantun gmasih berjalan August menghelakan nafasnya. Histeris, memang, August meronta menangis, ingin bertemu setelah dirinya siuman. August meronta, menyesali perbuatannya, seandainya dia tidak memainkan handphonenya. Saat itu juga, darah dari August keluar kembali, hingga August jatuh pingsan. Saat kembali sadar. August hanya bisa menerimanya, dan menangis tersedu di ranjang rumah sakit. Hingga akhirnya dia melihat betapa hancurnya hatinya itu melihat Greyson dengan balutan perban ditubuhnya.

            August masih menunduk, dan mendengar pintu terbuka. August menoleh, dan melihat sosok Olivia di sana. August menatapnya dengan senyuman lemah.

“i’ll leave you two” ucap August lalu berjalan dengan tatih. Olivia ingin membantu tapi dicegah oleh August.

“why you dont’t mad at me?” tanya Olivia memberhentikan langkah August yang sudah menuju pintu August menunduk dan menoleh.

“there’s no reason to be mad at you.” Ucap August. Lalu meninggalkan kamar Greyson, dengan senyuman lemah. Dewi bulan terganti dengan Raja Siang. Sudah enam hari Greyson belum juga siuman. August mulai cemas. August kembali menggamit tangan Greyson dengan lembut.

“please, wake up” bisik August kali ini, August menunduk, rasanya ingin menangis di hadapan Greyson, tapi dia tau Greyson tidak akan suka ini. Hingga tangannya Greyson bereaksi di tangannya.

“Greyson?” panggil August, dan tangan itu kembali bergerak, August memanggil para dokter. Disaat dokter keluar menjelaskan semuanya ke arah ibunya Greyson. August memasuki ruangan itu.

“Greyson?” panggil August. Greyson menoleh dan tersenyum manis.

“hey August, what are yo doing here?” tanya Greyson heran. August tersenyum dan duduk disamping Greyson.

“waiting for you to wake up” ucap August tersenyum, Greyson menatap ke arah August. Lalu membuka mulutnya.

“where’s Olivia?” tanya Greyson. August mengerinyit.

“why you asked her?” tanya August heran. Greyson menoleh heran.

“she’s my girlfriend, it’s normal i’m looking for my own girlfriend? Isn’t it” tanya Greyson ke arah August. Mata August membuka, dan menatap Greyson.

“your girlfriend?” tanya August kembali memastikan Greyson mengangguk dengan lemah. August menggenggam tangannya sendiri. August terdiam, menunduk.

“August, what happen? Why i’m here?” tanya Greyson dengan lembut. August menggeleng dengan pelan.

“i’ll call her to come” ucap August berdiri, lalu meninggalkan Greyson dengan lemas sambil membungkuk. Saat August ingin membuka pintunya. August terhenti, dan menoleh ke arah Greyson.

“you better take a rest, and i’m happy to hear your sound again” ucap August. Lalu keluar dari rumah sakit. August menatap kosong koridor sunyi itu. August terduduk menghilangkan fikirannya.

“oh my God, finally we made it!” ucap August, terhadap laki-laki itu. Laki-laki di hadapannya itu tersenyum bahagia, dan mengangguk.

“i love you so much August” ucap laki-laki itu lagi. August tersenyum lebar, sangat lebar, dan menatap mata itu dengan jelas.

“i love you, i really do” ucap sekali lagi laki-laki itu, menatap langsung August, August terhipnotis akan kerlipan, dan sinar dari cahaya itu. August tertarik dalam aura yang diberikan laki-laki itu. August menutup matanya, dan merasakan, dirinya sudah tidak memijak bumi lagi, dirinya seakan terbang, seakan sentuhan yang dia rasakan dibibirnya, membuat dia ringan, dan dibawa oleh arus angin yang menari diantar mereka. Rapat tubuh August dan laki-laki itu seakan tidak ingin membagi kehangatan dengan helaian tipis sang angin. August membuka matanya perlahan, August melihat senyuman itu, August melihat mata itu dengan indah. August mengangkat tangannya untuk membelai pelan lelaki itu, tapi August tercekat, melihat tangannya, disimbahi dengan darah. August menoleh ke bawah, dan dia melihat tubuh didepannya, tidak  lah sempurna, ada darah yang keluar deras di tangan lelaki itu, August menatap leaki-laki itu lagi. Darah segar, terhembus dari kepala laki-laki itu. August mundur untuk beberapa langkah.

“you” ucap August, menggelengkan kepalanya dengan kencang, menatap laki-laki itu.

“August, don’t” ucap lelaki itu, August masih mundur perlahan.

“August” ucapan itu memelan, August masih mundur, masih tidak akan pernah percaya dengan apa yang ia lihat

“August” ucapan itu membayang, August merasakan semuanya telah kembali memutih. August melihat semunya kembali menghilang. August sadar, ini hanyalah mimpi, August mengusahakan dirinya untuk bangun dari mimpi itu. tapi August tidak bisa, dirinya tercekat dalam mimpinya. Hanya teriakan namanya lah yang menggema di dalam pandangan putih itu. August menutup matanya, ingin menangis, tapi rasanya tidak bisa, yang ada keluar rasa perih yang biasa dia rasakan, ketika mengeluarkan darah tersebut.

“August”

“August”

            August tercekat dengan potongan bayangan dalam otaknya, itu adalah mimpinya, yang dirinya sendiri lupa. Lelaki itu, Greyson! iya! Lelaki ini lebih jelas dilihat oleh August. August langsung terlempar dengan memori dimana Greyson bersimbahan dengan darah, August kembali mengambil sisa memori-memorinya. Tapi gagal, hingga ada seseorang menepuk pundak August, August menoleh ke depan.

“what happen?” tanya laki-laki itu dengan lembut. August menggeleng dengan pelan.

“you’re crying tell me, what happen?” tanya lelaki itu. August masih menggeleng.

“August, even we were broke up, we can still be friends” ucap Cody dengan lembut, berlut di hadapan August. August menunduk, dengan tangisan tertahan.

“tell me, trust me” ucap Cody dengan pelan. August menaikkan mukanya dan menatap mata aqua itu. Bagaimana dia bisa lupa dengan kerlipan indah dari mata itu? August menunduk.

“he...” ucap August terbata.

“he what?” tanya Cody bersabar, mengelus tangan gadis itu dengan lembut. “tell me” ucapnya lagi.

“he forget me” ucap August, tangisannya mendesak untuk keluar, hingga mata itu tak bisa menahan banjiran air dalam dirinya, menguras segala emosi jiwa yang ada di dalam raga August. Cody menarik tubuh August ke dalam pelukannya. August kembali sesenggukan, dan meronta, menyalahi keadaan, memarahi kenyataan. August menggenggam kaus baju Cody. Cody hanya bisa menenangkan diri August yang sedang sesenggukan dalam pelukannya. Semuanya mengalir, semua ceritanya, Cody hanya bisa menghela nafasnya dan menyabarkan gadis itu. Hingga ada cairan lengket dirasakan Cody, Cody mengangkat tubuh August. Cody melihat air matanya sudah mengularkan darah segar, hidungnya tetap memproduksi darah. Disaata Cody ingin membenarkan rambutnya, di pori-pori rambutnya keluar darah. Cody tersontak, dengan cekatan memanggil dokter. Dokter langsung menggopong August ke ruang UGD. Cody berdiri di depan pintu bertuliskan UGD itu. Cody terduduk lemas. Kapan? Kapan gadis itu akan merasakan kebahagiaan yang abadi?!

***
           
            Retrogade Amnesia, kata dokter menjelaskan ke ibunya Greyson. Ibunya mengangguk prihatin, dan mengucapkan terima kasih. Setelah melihat darah segar keluar dari hidung August. Dengan cepat juga darahnya terkuras abis, sekali lagi, donoran darah yang di berikan ke August, setelah sebelumnya juga diberikan karena kecelakaan. August mengangguk dengan ikhlas mendengar cerita ibunya, bahwa Greyson belum bisa dipaksakan dengan memorinya yang terdahulu, kalau tidak semakin parah. Besok dia sudah boleh pulang, tapi tentu saja dia akan sering di rumah sakit melihat Greyson. Dengan lemah, August berdiri, dan pergi menuju kamar Greyson, seperti biasa, tanpa ketuk August membuka pintu itu, dan tercekat melihat Olivia sedang menyuapi Greyson. August tersontak kaget. Dengan cepat dirinya menggantikan mimik muka dirinya, dan tersenyum.

“Oh, i’ll leave you two” ucap August langsung menutup pintu. Baru August berjalan beberapa langkah, seseorang memanggil dirinya, August menoleh dan melihat sosok Olivia menghampirinya. August tersenyum.

“hey” ucap Olivia kikuk.

“oh hi, Olivia, why you were calling me?” tanya August, dengan tenang, Olivia menghela nafas.

“i know it has been awkward for us, because of this situation. But do you really want to be like this?” tanya Olivia, August menghela nafas, dan menyenderkan dirinya di dinding sebelah pintu.

“i don’t want to be like this, but the destiny made us like this” ucap August menghela nafas dengan keras, sambil menunduk.

“do you really don’t want to talk with him?” tanya Olivia lagi ke arah August.

“i can’t choose, God only give me one choice, so liek it or not, i need to do it, for him” ucap August lagi dengan senyum lemah. Olivia terdiam.

“are you really give up to tell him, that you are the real of his girlfriend not me?” tanya Olivia, dengan tatapan lurus langsung ke arah August.

“i don’t give up, i just let time works, it’s important for him” ucap August. Saat Olivia ingin berbicara, August menahan.

“take care of him for me okay? Olivia?” pinta August. Olivia mengangguk. August menghela nafas untuk kesekian kalinya, dan berbalik, berjalan meninggalkan Olivia, hingga pintu terbuka.

“you are my grilfriend?!”

***

            Saat Greyson ingin keluar melongok keadaan rumah sakit. Bukannya melihat tapi dia mendengar ucapan antara August dan Olivia.

“are you really give up to tell him, that you are the real girlfriend not me?” tanya Olivia, nafas Greyson tercekat, benarkah? Greyson tau dia memiliki amnesia sebagian, tapi dia tidak tahu, dia sudah pacaaran dengan August. Setelah beberapa ucapan Greyson keluar meminta kepastian.

“you are my girlfriend?!”

***

            August menghela nafas dengan berat. Dirinya duduk di samping baringan Greyson. August menatap lembut ke arah Greyson, kembali August mengucap pelan tangan Greyson.

“are you really my girlfriend? August?” tanya Greyson. August terdiam, dan mengeluar titik air matanya. Disaat dia berfikir akan menjadi happy ending dalam bab akhir perjuangannya, tapi ternyata masih ada selipan cerita sedih dalam lembaran akhir. August menghelakan nafasnya. Dia tetap diam.

“i want to go home, it’s getting late” ucap August, lalu berdiri, dan meninggalkan Greyson. Greyson termenung, melihat sisi August lenyap. Otka Greyson masih berfikir, apa yang sudah terjadi belakangan ini, kenapa bisa? Kenapa tiba-tiba August adalah pacarnya. Greyson meraih handphonenya, dan segera dia mengtap nama August.

            Berita demi berita tertulis, gambar pun terpampang, Greyson dengan resah tetap mencari semua informasi, hingga dia tidak menyadari sang fajar sudah menyinari. Greyson berbaring sebentar, dan mendengar pintu terbuka. Greyson melihat ada ibunya masuk ke dalam kamarnya. Greyson tersenyum, saat ibunya bercerita apa yang terjadi di rumah Greyson menyela.

“mom, where is August?” tanya Greyson, langsung, ibunya tersenyum.

“she need to go to around America for her concert” ucap ibunya dengan senyuman manis. Greyson menunduk, tidak ada kesempatan lagi untuk menanya kepada August.

“Mom, am i August’s boyfriend?” tanya Greyson to the point, ibunya tercekat mendengar omongan anaknya. Ibunya mengusap rambut anak dengan halus.

“dear, i know it’s too fast, but i can’t see August like that anymore, yes you are his boyfriend, and yes, you love her” ucap ibunnya, lalu pamit ke ruang dokter. Greyson makin bingun, dan di paksakan kembali otaknya, mengingat semuanya. Hingga dirinya terbawa ke video AMA, di New York. Bertuliskan namanya. Greyson heran, dan memulai video itu. Greyson menonton dengan seksama, dan melihat dirinya menyanyi lagu ‘Fall For You’ dengan senyuman lebar, disertai senyum malu oleh August. Hingga, kata-kata itu terlonttar. Greyson berfikir keras, bayangan terdahulu dicoba untuk dirakitnya, difikirkannya lagi kenangan yang telah hilang, hingga bebrapa potongan itu terkumpul dan menyatu.

“AGH!” teriak Greyson, dengan membanting kepalanya ke arah bantal, dan tiba-tiba dokter segera berhamburan masuk. Greyson tidak bisa merasakan apa-apa. Semua putih.

***

“why don’t you guys, in the end of video, are kissing?” tanya produsernya. Greyson pun tersenyum mendengar  kata-kata itu

“we’re kids” ucap August. Greyson tau, pasti ada argumen kecil yang keluar dari mulut August

“we’re trying to not be naive in this time, all kids in your ages almost had a first kiss right?” tanya produsernya lagi.

“I don’t mind at all, we’re friends like best friends right?” ucap Greyson santai saat itu, sambil menatap August

 “you dirtly little perv” ucap August. Greyson hanya tertawa.

“don’t get me wrong, i’m a boy” ucap Greyson sambil tertawa menggoda August, August hanya tambah merah mukanya.

“ah, it’s up to you” teriak August frustasi.

“ugh, baby, just siad yes, i know you really want to taste this lucious lips right?” tawa greyson, sambil berlari engan jahil ke arah August.

“Greyson, get off” ucap August. Merinding. Greyson tertawa dan mengecup pelan pipinya August dengan lembut.

“I’m fine, it’s just a video right?” ucap Greyson tersenyum.

***

“i want to tell you about something” ucap Greyson, lalu duduk di hadapan August.

“when I was in Indonesia, the first time we meet, and the next day we’re going to movie, you remember that day?” tanya Greyson sambil menatap mata itu dengan gelisah

“the time, i sleep during the movie right?” ucap August. Greyson mengangguk.

“i don’t know what happen, like gost came to me and...” ucap Greyson terputus lagi. August menaikkan alisnya.

“i kissed your lips, so your first kiss is me, not him” ucap Greyson, meram, takut akan respon apa yang diberikan oleh August. Greyson membuka matanya, dan melihat senyuman itu.

“if you really want is, ask me” ucap gadis itu, dengan senyum genit, sungguh dada ini bergejolak, dengan tarian darah yang terlalu cepat diiringi tabuh jantung yang senada.

***

“we still friends right?” tanya August, di dalam pangkuan Greyson, greyson mengucapkan kata iya, dengan nada pertanyaan, entah kenapa apa yang merasuki tubuhnya, sekali lagi Greyson melumat bibirnya August. Biarkan dirinya untuk egois saat ini, melepas semua benteng gengsin untuk merengkuh gadis ini. Mencium gadis ini.

***

“what are we Greyson?”

***

“tonight, will be the night, that i will fall for you, love for you, over again, and.... i don’t ask you to be my girlfriend, but i give you my body and soul to be your boyfriend” ucap  Greyson, August menganga, dengan tangan ditutup, dan langsung salting di panggung. Semua orang berteriak, dan mengucapkan kata “aaawwww.” August memalingkan mukanya, dengan malu. Greyson menarik mukanya, dan memaksa August menatap matanya.

“do you want me to be your boyfriend?” tanya Greyson lagi. August menunduk, dan tersenyum, sambil mengangguk malu. Greyson tersenyum, dan memeluuk August dengan erat.

“aku cinta kamu” ucap Greyson dengan Bahasa Indonesia. August mengeratkan pelukannya lagi. Akhirnya. Akhirnya. Akhirnya.

***

            Ruangan yang redup, dengan August baru menutup pintunya. Greyson mencegat August dan langsung melumat bibir itu, dengan rengkuhan posesif Greyson, diangkat kaki August untuk dikaitkan dirinya. Tubuh August adalah nafas baginya, tidak mungkin dia bisa menjauh dari itu, semua rengkuhannya terasa benar.

“this what i’ve been waiting too long” ucap Greyson, August menarik nafas dengan dalam.

“we have” ucap August.

“we have. We have a long time” ucap Greyson lagi, dan memeluk tubuh mungil August, dan merasakan semua sensasi di dalam dirinya, menikmati obak di dalam tubuhnya. Greyson tau August adalah untuknya.

***

            Greyson masih melihat August sibuk dengan handphonenya, ada sesuatu yang tidak beres dalam hati Greyson. Ada apa ini, seakan Greyson gelisah melihat August memgang handphonenya, hingga mobil bmw hitam melaju dengan cepat. Tubuh Greyson dengan reflek berlari, melindungi August, dia rasakan mobil menabrak punggungnya dengan keras, kepalanya terbentur dengan kaca mobil, dan dirinya terjatuh, dengan posisi melindungi August. Greyson tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Dia merasakan semuanya memutih. Dia ingin bertemu August, melihat senyumnya lagi, dia ingin sekali! Batin Greyson.

***

            August berdiri di depan pintu ICU, dengan didalamnya Greyson, sedang berjuang untuk kehidupannya. August berdiri dengan tegang, tepat setelah konser, August ditelpon, bahwa Greyson sedang dalam penganan intens, karena Greyson ditemukan tidak sadarkan diri, dan detak jantungnya yang terlalu lemah. Tanpa pikir panjang, August bertolak belakang, dan kembali ke arah rumah sakit. Enam jam, penyelamatan belum bisa diselesaikan, kabar terakhir Greyson mengalami titik terendahnya, dirinya sedang berjuan guntuk bertahan.  Saat dokter keluar, muka lesu dokter terpancar. August lemas dan terduduk.

“he’s coma, for the second time” ucap Dokternya. August kembali mengeluarkan air matanya. Tidak sanggup menghadapi semua ini, dia ingin berteriak kepada Tuhan, mengapa dirinya tidak bisa mengalami suatu kebahagiann permanen. August berjalan, dan masuk ke ruangan Greyson, dan duduk bersimbah, mengepalkan tangannya, di pejamkan kencang matanya, dan mulai dirinya berdoa. Dirinya terhanyut dengan semuanya, dirinya menangis tersedu didepan tuhannya sendiri, menanyakan kehidupannya.

“kenapa? Kenapa harus dia?”

***

            Beberapa hari di rumah sakit Greyson manampilkan kemajuan, dirinya sudah dipindahkan ke ruangan intensif. Saat jam makan siang, August mengunjungi Greyson dan duduk di sampingnya, mengajak Greyson berbicara meskipun tidak ada jawaban. Keadaan seperti ini membuat hati August semakin pilu. Bagaimana kalau saat dia melihat mata Greyson lagi, kejadian itu terjadi lagi? Disaat Greyson bangun dan menganggap dirinya itu teman? Atau lebih parah tidak mengenal dirinya sama sekali?

            August menghembuskan nafas, dan menyiapkan segala perih yang akan dia rasakan. August menggamit tangan Greyson, dan mengusapnya dengan pelan.

“hey Greyson” ucap August dengan suara getir, menghadap ke muka pucat pasi itu. August menelan ludahnya sendiri.

“hows your day?” tanya August, hening, tak ada yang menjawab.

“i’m happy to see you fight for your life Greyson” ucap August dengan lembut.

“do you remember, our hand always be like this when we walk together?” tanya August, Greyson, masih belum menjawab.

“do you still remember right?  We really like to play around my pent house?” tanya August, dengan nada lirih.

“do you remember all those pranks?” August bergeming, ruangan masih sunyi.

“wake up Greyson, i know you’re bored when you sleep, i miss your hug” ucap August menahan sakit yang membuncah dalam hatinya. Melihat seseorang yang terkapar lemah, terlebih itu Greyson, terlebih itu disebabkan dirinya....

“i miss your lips, your smile, you eyes, your hug, your.... love” ucap August.

“i miss you... my... boyfriend” ucap August dengan teteas air matanya terjatuh. August seakan menelan semua rasa sakit dari ceritanya. Menelan dengan bulat semua tangisannya, tapi gagal, tetap saja tangisan itu tertumpah ruah.

“always remember okay?” pinta August, tapi tidak ada yang bisa menjawab semua pertanyaan yang dimuntahkan oleh August. Greyson masih terdiam. Hingga ada tangisan kecil lagi diujung matanya August, August menunduk, dan menghindar untuk tidak menatap mukanyanya greyson.

“i love you” suara August pelan, hingga ada suara getaran tangan, August menaikkan kepalanya, dan menatap Greyson, mengharapkan sebuah harapan yang semua.

“August” ucap Greyson pelan, dengan serak.

“I remember you” lanjut Greyson, August menatap lemah ke arah Greyson, terdiam dengan semua yang diterimanyanya itu

“you are my girlfriend not Olivia” ucap Greyson kmebali, menatap August dengan lembut. August terdiam, hingga Greyson menutupkan matanya, suara dengungan panjang tedengar. August mulai tersadar, dan melihat dokter berhambur masuk. August masih membeku, kembali dia mengerjapkan matanya.

“he, remembe, me” ucap August. August terdiam, dan menoleh ke jendela.

“Greyson, he remember me” ucap August lagi, hingga dia menyadari sesuatu, dirinya kembali tertunduk lemas. Dipejamkannya kembali matanya itu.

“Tuhan, tolong berikan kesempatan kepadanya, tolong, berikan kesempatan dirinya untuk kembali hidup. Jangan, jangan ambil nnyawa dia, dia telah menyelamatkan dirinya. Tuhan, aku terduduk di sini tuhan, berharap diri-Mu mendengarkan ku, Tuhan, tolong. Selamatkan dia” guman August, dalam tangisannya yang makin deras. August menutup telinganya, dan mennutup matanya, menutup semua panca indranya. Kalau bisa dia egois, saat ini dia akan masuk dan memeluk Greyson, dan berteriak sekeras mungkin untuk membuat Greyson hidup. Setelah beberapa menit. Seorang dokter keluar, dan mengahmpiri August. August menoleh dan menatap mata itu, mata yang cerah. August bertanya dan berharap menatap mata itu, dokter itu mengangguk. August berdiri dan masuk ke dalam ruangan Greyson.

            August menggamit tangan kiri Greyson, dan menghembuskan nafasnya. August menatap muka Greyson dengan senyuman yang lemah. Ditatap nya mata coklat yang lemah itu. Ya, Greyson bisa diselamatkan.

“August” ucap Greyson, August menoleh dan menatap Greyson dengan lembut.

“you are my girlfriend right?” tanya Greyson, August menunduk pelan.

“i said that when we’re in New York, right?” tanya Greyson. August mengangguk.

“and then i kissed you in your room, right?” tanya Greyson lagi. August kembali mengangguk. Setelah hening beberapa lama, August baru menyadari, dan menatap Greyson dengan mata bulat. Greyson tersenyum, tersenyum dengan sangat manis.

“yes, i remember, everything” ucap Greyson. August menutup mulutnya dengan kaget. Ada senyuman yang tak bisa tertahan dari muka August.

“I remember you August, I remember you. Remember August, right?” tanya Greyson. August terdiam, dan menunduk mengecup bibir itu pelan, dengan tenang, dengan senyuman. Tuhan mendengarkannya, Tuhan sayang dirinya. Greyson tersenyum, dan menikmati keadaan itu.

            Siapa sangka, cerita perkenalan Greyson disaat umur lima tahun dengan August akan berakhir dengan seperti ini? Berakhir dengan lembaran baru dan alur cerita baru, dimana sang tokoh utama menggamit seorang wanita dari lembar sebelumnya? Saat melepas ciuman itu August tersenyum, Greyson berfikir, jika semua dongen diakhiri dengan ‘happily ever after’ , bagi Greyson tidak, karena ini adalah dunia nyata, Greyson lebih suka memilih dengan kata...

“every steps, every words, every moments, every memories, he always remember her, remember August”


***

>> woahhhh the very last chapter from this fanfiction :') finally, 45 parts are out. i want to say a huge thank you to  one of you for keep supporting me to made this fanfiction, if there's none of you, i won't be here. keep stick with me, soon i'm gonna write another stories. but i don't know when it will happen, but, i did make a short story, but i posted in in my own blog. so if you miss me, or my story, please, go to my blog at thizmynandos.blogspot.com . and once again, thank you, for all of you :) for all of the patience, for all of the mistake. 

see you soon.

awesome forever
- @Audeeyah

No comments:

Post a Comment