Wednesday, May 30, 2012

Remember August ( Part 22 : Disease )


***

            Tiga jam Nokia Center Building dibuat menari, dalam dentuman yang besar, setelah jam tepat berada di pukul sepuluh tepat. Greyson dan August selesai mengakhiri lagu mereka. Kiss Me, lagu lembut, yang diiringi oleh, permainan piano dan biola oleh August dan Greyson. semua orang terhanyut dalam permainan August dan Greyson, sampai akhir nada, ditutup dengan halus oleh violin August. Semua orang bertepuk tangan dan berteriak nama mereka.

“thank you so much Los Angeles, thanks you so much guys we love you so much” ucap Greyson. disambut dengan teriakan histerik dari perempuan-perumpan tersebut.

“thank you so much guys, see you guys soon, bye!!” teriak August lalu keluar dari panggung, setelah Greyson keluar dahulu. Lampu dimatikan, dan konser pertama di Los Angeles selesai dengan sukses.

***

“THAT’S A HUGE GUYSS!!!” ucap Jeremy sambil menepuk tangannya, dan memeluk dua anak didiknya itu.

“thank you, thank you” ucap August tersernyum.

“your violin!! Is amazing!! Why you never tell me that you can play this instrument!!” tanya Jeremy gemas.

“i just want to surprise you guys” ucap August lagi, August mengelap keringatnya.

“okay, go back to your room, take a rest, and change your clothes, we’re going to our bus” ucap Jeremy, August mengangguk.

“thanks for your work Greyson” ucap August.

“sure me too” ucap Greyson dingin.

“Greyson, can you send my sorry to your girlfriend, for that time, i really sorry, and Greyson, i’m sorry for you too” ucap August lagi, Greyson mengangguk.

“yeah, it’s okay, i forgive you” ucap Greyson dan masuk ke ruangannya, August mengangguk lalu masuk ke dalam ruang ganti bajunya.

“i miss your hug...Greyson” batin August berdiri dalam koridor gelap itu, sambil menunduk.



***

“hey babe, hows your concert in Los Angeles?” tanya Cody.

“it’s amazing, so hows yours?” tanya August

“we’re good, Kendall and Logan such a good guy” ucap Cody, August mengangguk.

“i said i’m sorry to Greyson” ucap August.

“are you serious? So what did he say?” tanya Cody.

“he forgived me” ucap August, August menceritakan semuanya, dari awal konser, sampai tadi setelah konser. Cody mendengar semuanya, seenggaknya sekarang Cody bisa dijadikan tempat curahan hati August, selain Sasta, Greyson bukan disisinya sekarang, biasanya Sasta adalah orang ke dua yang akan diceritakan August... tapi kali ini tidak, dia mungkin yang pertama.

“so, that’s it, i just miss him, in my side to support me, to support me whatever i’m doing is right, i miss him” ucap August pelan, air mata August, sudah menggenang.

“don’t cry” ucap Cody lembut dalam telepon itu, August menghapus air matanya.

“i don’t know i can past this tour fast” ucap August.

“everything is gonna be okay, August, i believe it” ucap Cody, meyakinkan August. Yang ada di New York sekarang itu, rasanya sudah menggenggam erat iPhone itu, dan rasanya, pingin kembali ke Los Angeles, dan memeluk wanita yang dia telfon, Greyson berlebihan, semuanya dibuat susah, Greyson tidak mengerti posisi August sekarang.

“i just don’t know why he..” ucapan August terpotong.

“August, we need to.. ou, what happen?” tanya salah satu penari dari August, melihat, air mata August sudah mengalir di pipinya.

“it’s okay, i’m fine” ucap August dengan senyumannya.

“no you’re not, you’re.... bleeding” ucap penarinya itu pelan. August terkesiap.

“Cody talk you later” ucap August, segera mematikan teleponnya, August melirik ke kaca didepannya. Darah segar mengalir deras dari hidungnya. August terdiam melihat darah itu.

“kenapa kambuh lagi” batin August.

“Sintya, call my Mom please, please don’t yelling, just tell her, i have nosebleed, she knows what she’ll do, don’t be panic, i’m fine” ucap August cepat, dia langsung mencari tissue, dan mengelap darahnya. Sintya langsung pergi berlari, dan mencari Ibu August. Sintya bertemu dengan Ibu August di tempat duduk bersama Ibu Greyson.

“aunty, August, has a nosebleed now” ucap Sintya dengan cepat, Ibunya August terdiam.

“are you serious?” tanya Ibunya panik.

“yeah i really i am” ucap Sintya, Ibunya langsung berdiri panik, memasuki ruang artist, membuka tasnya, dan segera mengobatkan obat yang sudah dia tidak pernah pakai lagi akhir-akhir ini. Sintya hanya melihat cemas.

“what’s happening?” tanya Greyson muncul, melihat Syntia memiliki muka yang serius.

“August, has a nosebleed” ucap Syntia, Greyson terdiam, mimisan... berarti.... August... penyakit itu... masih merajai diri August... tapi apa yang bisa membuat dia seperti itu lagi... Greyson dulu pernah menanyai ke Ibunya August, August sudah jarang mendapatkan mimisan seperti itu lagi. Greyson berjalan ke arah ruang artis, dan terlihat August terdiam, menahan perih suntikan yang pernah Greyson lakukan juga terhadap anak itu...

“August...” batin Greyson, melihat darah itu lagi, seperti layaknya terputar lagi kembali ke masa lalu, disaat August seperti itu juga, dan Greyson melakukan penyuntikan terhadap August, August yang memegang kemeja Greyson dengan kencang saat itu.

“is she okay Aunty?” tanya Greyson.

“i don’t know, maybe she’s too tired, let’s go to our bus” ucap Ibunya, Greyson mengangguk.

“let me carrying her, aunty” ucap Greyson pelan, Ibunya mengangguk. Greyson duduk disamping August yang telah disuntik itu.

“what are you thinking about? And what happen?” tanya Greyson dingin, sambil menunduk, tidak berani melihat muka August yang pucat pasi itu.

“like my Mom said, i’m too tired Greyson” ucap August menunduk.

“i’m sorry” ucap Greyson.

“no, don’t be, it’s not your fault” ucap August menepuk pelan pundak Greyson.

“come, one we need to go to our bus” ucap August, lalu berdiri, dan tiba-tiba kakinya lemas. Greyson dengan sigap menarik August ke pelukannya. August terdiam, pelukan ini... seperti pelukan yang dia rasakan empat tahun lalu, pelukan posesif, menghujam ke seluruh tubuh August.



“thank you” ucap August, tiba-tiba tubuhnya diangkat.

“come on, i know you, you can’t walk, after you get that medicine” ucap Greyson, lalu membopong August ke dalam bis.

“thanks” ucap August malu, jantungnya berdebar kencang, layaknya dentuman-dentuman drum di lagu-lagu beat. “Ini apa?” Batin August.

            Greyson hanya bisa terdiam, sambil membopong August, badan August yang ringan membuat Greyson dengan enteng berjalan, beruntung tidak ada wartawan yang menunggu, dengan tenang Greyson membopong August, atau lebih tepatnya berusaha tenang, tidak bisa dipungkiri, jika ada gejolak-gejolak manis bermunculan dengan sentuhan tangan itu, dan suara itu, rambut hitam itu. Tidak bisa dipungkiri, hati Greyson berdegup seperti drummer-drummer terkenal menggebuh dengan nafsu drum mereka. “what is this?” tanya batin Greyson...



***

No comments:

Post a Comment